rela meninggalkan sendi kehidupan
untuk mencari arti bahagia
di saat ini di kala awan menitikkan air mata
angin bersiul gembira
dengan permainannya meniup air mata awan
berdesir dengan nyayian musim
saat menyentuh tanah lantunan nyanyian kodok
berteriak dengan ritme yang mengusik malam
kini saat merenungi arti diri
menghitung berapa kali dalam desah napas ini
untuk mengingat akan Tuhan
bersyukur dari nikmat napas
air mata awan telah mengering
terbakar lara hembusan kehidupan
bintang mulai berani menampakkan diri
angin lelah bertiup
sesaat keringatpun bercucuran
oleh gerahnya terpaan lara rindu
diantara kita telah ada yang terlelap dalam tidur
sementara bencana mungkin saja datang saat pagi
porandakan kisi relung kehancuran
betapa insan hanya ingin selalu bahagia
egois .....
sementara diantara kita hanya sebagian yang bersyukur atas nikmat rasa
mengeluh dan mengeluh
mengeluh oleh rintihan kehidupan
padahal semua telah tersedia
angin dengan sepoi
matahari dengan teriknya
malam dengan kelamnya
yang terhiasi rembulan dan kejora bintang
mengantarkan kenyataan ciptaan yang sempurna
duhai rintihan dan keluhan
semua itu adalah sifat dasar insan
yang tergerakkan oleh nafsu
ikatlah sebagian nafsu
jangan selalu mengeluh dengan kenyataan ini
terimalah ridha walau harus terseret arus banjir
tertimpa reruntuhan jembatan
dan mengenggam bara
simpanlah napsu itu
untuk menciptakan rasa keindahan taman hati
perjuangkanlah dengan selalu bersyukur
jika lara rindu membuat kita tersenyum
maka semua itu tanda bahwa ridha
akan jelmaan cinta itu milik kita
dan jika rindu membuat kita nelangsa
bersabarlah
karena kesabaran itu adalah level tertinggi dari keimanan
jika rindu datangkan birahi
maka halalkanlah dengan melafazkan
akad nikah
hingga kita selalu menjadi lebih baik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar