Selasa, 10 Maret 2015

negeri sang pemimpi

Ribut dengan segala kepentingan itulah kekuasaan
Sang pemimpin di negeri ini adalah sang pemimpi

Tak ada yang terlewati
Semua menjadi nyata
Nyata nyata gaji telah di tetapkan
Namun tetap ingin lebih

Itulah sang pemimpin yang memiliki mimpi
Gaji bisa di hitung peruntukannya
Namun hebat.........
C clas and mobil mewah mampu terbeli

Janganlah kau bodohi kami
Nyata nyata kau menggunakan uang hak rakyat buat kemaslahatan kau nikmati juga sebagai buah hasil kerja

Sekian rupiah gaji yang kau peroleh
Jika transparan maka kami tau jumlah hartamu

Namun kini
Ku tak mampu lagi menghitung hartamu
Karena kau seorang pemimpi 
Bukanlah pemimpin


partisifatif 2

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

Kabupaten Lombok Tengah adalah salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Ibu kota daerah ini ialah Praya. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.208,39 km² dengan populasi sebanyak 860.209 jiwa, dengan jumlah kecamatan sebanyak 12 kecamatan, 127 desa dan 12 kelurahan sehingga desa/kelurahan berjumlah 139 desa/kelurahan

Melihat luas dan banyaknya penduduk dianggap perlu untuk melakukan Pembangunan untuk kelancaran masyarakat dalam beraktifitas, dalam melaksanakan pembangunan yang baik yang efektif dan efisien harus diawali dengan perencanaan yang baik pula, sehingga mampu dilaksanakan oleh seluruh pelaku pembangunan serta memenuhi kebutuhan masyarakat.
Untuk itu, maka proses perencanaan memerlukan keterlibatan masyarakat, agar sasaran pembangunan tepat guna dan tepat sasaran diantaranya melalui konsultasi public atau musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang).

Musrenbang merupakan forum konsultasi para pemangku kepentingan untuk menghasilkan kesepakatan perencanaan pembangunan di daerah yang bersangkutan sesuai tingkatan wilayahnya.
Penyelenggaraan musrenbang meliputi tahap persiapan, diskusi dan perumusan prioritas program/kegiatan, formulasi kesepakatan musyawarah dan kegiatan pasca musrenbang.

Musrenbang merupakan wahana utama konsultasi publik yang digunakan pemerintah dalam penyusunan rencana pembangunan nasional dan daerah di Indonesia. Musrenbang tahunan merupakan forum konsultasi para pemangku kepentingan untuk perencanaan pembangunan tahunan, yang dilakukan secara berjenjang melalui mekanisme “bottom-up planning”, dimulai dari musrenbang desa/kelurahan, musrenbang kecamatan, forum SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) dan musrenbang kabupaten/kota, dan untuk jenjang berikutnya hasil musrenbang kabupaten/ kota juga digunakan sebagai masukan untuk musrenbang provinsi, Rakorpus (Rapat Koordinasi Pusat) dan musrenbang nasional.
Proses musrenbang pada dasarnya mendata aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang dirumuskan melalui pembahasan di tingkat desa/kelurahan, dilanjutkan di tingkat kecamatan, dikumpulkan berdasarkan urusan wajib dan pilihan pemerintahan daerah, dan selanjutnya diolah dan dilakukan prioritisasi program/kegiatan di tingkat kabupaten/kota oleh Bappeda bersama para pemangku kepentingan disesuaikan dengan kemampuan pendanaan dan kewenangan daerah.

Pada tingkat desa/kelurahan, fungsi musrenbang adalah menyepakati isu prioritas wilayah desa/kelurahan, program dan kegiatan yang dapat dibiayai dari Alokasi Dana Desa (ADD), diusulkan ke APBD, maupun yang akan dilaksanakan melalui swadaya masyarakat dan APBDesa, serta menetapkan wakil/delegasi yang akan mengikuti musrenbang kecamatan.

Pada tingkat kecamatan, fungsi musrenbang adalah menyepakati isu dan permasalahan skala kecamatan, prioritas program dan kegiatan desa/kelurahan, menyepakati program dan kegiatan lintas desa/kelurahan di wilayah kecamatan yang bersangkutan, sebagai masukan bagi Forum SKPD dan bahan pertimbangan kecamatan, sesuai dengan tugas dan kewenangannya dalam menyusun Rencana Kerja Kecamatan. Musrenbang kecamatan juga menetapkan delegasi kecamatan yang akan mengikuti Forum SKPD

Musrenbang Kabupaten/Kota. Musrenbang kecamatan, selain menjaring kebutuhan nyata masyarakat desa/ kelurahan, juga berfungsi untuk memaduserasikan dengan kebijakan pembangunan pemerintah kabupaten/kota, sekaligus mengidentifikasi program-program/kegiatan yang bersumber dari dana non APBD atau program-program nasional yang langsung ke masyarakat,

Untuk menjamin agar usulan dari masyarakat ini disampaikan ke tingkat kabupaten/kota, maka para wakil/delegasi dari tingkat desa/kelurahan, para wakil dari organisasi lembaga kemasyarakatan, terutama kelompok wanita dan kelompok marginal, perwakilan SKPD, juga termasuk anggota DPRD dari daerah asal pemilihan yang berkenaan diwajibkan untuk menghadiri musrenbang kecamatan, yang selanjutnya bersama forum SKPD untuk membahas yang selanjutnya dapat di rumuskan menjadi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) sebagai acuan pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah daerah

B.   Identifiasi Masalah

Musrenbang merupakan peran partisipasi masyarakat untuk ikut merencanakan Rencana Pembangunan di dalam masyarakat desa guna meningkatkan mutu inprastruktur yang memadai, seperti pembukaan jalan baru, pembuatan irigasi baru atau rehabilitasai sarana prasarana guna menunjang aktifitas masyarakat dalam melakukan aktifitas sehari hari dan inprastruktur lainnya yang di butuhkan masyarakat

Didalam era otonomi daerah dan alam demokrasi dewasa ini proses partisipasi masyarakat merupakan tolok ukur bagi pemerintah dalam pelaksanaan pemerintahan. bahkan, issu partisipasi masyarakat dalam kebijakan publik tersebut juga telah menjadi issu yang sangat penting hal tersebut ditandai dengan munculnya isu good governance
Pelaksanaan musrenbang adalah implementasi dari rencana pembangunan yang direncanakan dari peran serta masyarakat (bottom up planning) yang di lakukan berjenjang dari mulai dari tingkat desa, kecamatan dan kabupaten yang selanjutnya di tetapkan menjadi Rencana Pembangunan 
Yang dalam Implementasi pelaksanaannya lebih banyak mengecewakan masyarakat karena minimnya realisasi dari peran serta masyarakat dalam menyusun rencana pembangunan
Hal ini di sebabkan oleh beberapa hal  :
1.   Keterbatasan Anggaran Belanja Daerah
2.   Keterbatasan Sumber Daya Manusia yang ada di Desa
3.   Faktor Politik



C.   Methode Penulisan

Methode yang di gunakan dalam penulisan karya ilmiyah ini adalah dengan menggunakan :
1.    Methode Kepustakaan yaitu dengan membaca buku buku yang berkaitan dengan bahan penulisan karya ini
2.    Methode Empiris yaitu dengan pengumpulan data yang di lakukan berdasarkan pengamatan dan pengalaman penulis
3.    Methode legalitas yaitu pengumpulan data yang di lakukan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku

D.   Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam membahas permasalahan yang ada maka uraian Karya imliyah ini di bagi menjadi 4(empat) bab yang susunannya sebagai berikut :

Bab I        : Pendahuluan
Bab ini menguraikan tentang Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Methode Penulisan dan sistematika penulisan

Bab II       : Tinjauan Pustaka

Dalam bab ini membahas tentang pentingnya perencanaan dalam setiap kegiatan guna mendapatkan hasil yang efektif dan efisien sesuai yang di harapkan

     Bab III : Pembahasan/Analisis

Bab ini menguraikan tentang peran serta masyarakat dalam membuat rencana pembangunan lewat proses Musyawarah Rencana Pembangunan yang di mulai dari tinggkat Desa, tingkat Kecamatan, dan selanjutnya tingkat Daerah untuk dilakukan perangkingan guna di jadikan sebagai acuan untuk menjadii RPJMD dan atau RPJPD guna penyerapan dana baik dari DAU, APBD atau swadaya masyarakat

       Bab IV : Penutup

Merupakan bagian akhir dari seluruh rangkaian penyusunan Karya Ilmiyah yang berisikan Kesimpulan dan Saran




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Memang harus diakui bahwa dalam pelaksanaan rencana program pembangunan biasanya dilakukan dengan menggunakan metode teknokratik dan demokrasi methode partisipatif.

1.      Methode Teknokratik
Perencanaan pembangunan secara teknokratik dilakukan secara sepihak oleh para teknokrat yang duduk di struktur pemerintahan daerah.
 Mereka akan melaksanakan penyusunan rencana pembangunan menurut buah pikiran dan ilmu pembangunan.
Kelemahannya adalah perencanaan secara teknokratif ini tidak melibatkan warga masyarakat, sehingga perencanaan pembangunan yang dihasilkan biasanya justru tidak sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan, karena seringkali jauh dari harapan dan kebutuhan masyarakat.
 Pada sisi ini masyarakat hanya dibiarkan sebagai penonton/ objek saja, tanpa mempunyai hak apapun.

2.    Methode Partisipatif
Perencanaan pembangunan secara demokratis partisipatif adalah metode perencaan pembangunan dengan cara melibatkan warga masyarakat yang diposisikan sebagai subyek pembangunan. Artinya masyarakat diberikan peluang menggunakan hak-hak politiknya untuk memberikan masukan dan aspirasi dalam penyusunan perencanaan pembangunan.
 Methode yang kedua ini diharapkan dapat memberikan hasil-hasil perencanaan pembangunan yang sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan ataupun sesuai dengan tingkat kebutuhan masyarakat, karena memang warga masyarakat langsung menyampaikan aspirasi kebutuhannya. Metode ini berkarakteristik bottom up dari bawah keatas


Partisipasi masyarakat seperti diamanatkan dalam peraturan dan perundangan mengamanatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan daerah. UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, mengamanatkan bahwa perencanaan pembangunan harus melalui pelibatan penyelenggara negara dan masyarakat.
Dengan demikian, ruang partisipasi seluruh pelaku pembangunan dijamin dan terbuka luas.

Ada tiga asas penting yang membuka partisipasi masyarakat dalam undang-undang tersebut yaitu:

(1)  Asas “kepentingan umum”
yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif;

(2)  Asas“keterbukaan”
yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia Negara

(3)  Asas“akuntabilitas”
yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, partisipasi masyarakat penting dalam sistem pemerintahan daerah.
Partisipasi masyarakat berguna untuk:
1.  Mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat;
2.  Menciptakan rasa memiliki pemerintahan;
3.  Menjamin keterbukaan, akuntabilitas dan kepentingan umum;
4.  Mendapatkan aspirasi masyarakat dan
5.  Sebagai wahana untuk agregasi kepentingan dan mobilisasi dana.

Dalam peraturan dan perundangan baru, penyusunan rencana dikehendaki memadukan pendekatan teknokratis, demokratis, partisipatif, politis, bottom-up dan top down process.
Perencanaan adalah inti dari proses dalam pencapaian tujuan yang efektif dan efisien, yang di dalamnya menguraikan tentang apa yang akan dilakukan dan bagaimana melakukan.  Perencanaan adalah jembatan untuk memproyeksikan aktivitas, setiap orang dari apa yang diharapkan dari kegiatan yang akan di capainya. 
Hal yang paling yang paling penting adalah menjaga agar tujuan dan sasaran serta cara pencapaian tujuan benar benar dimengerti oleh setiap orang dalam proses pelaksanaan dari apa yang akan di hasilkan
Perencanaan adalah penentu tentang apa yang harus di lakukan, siapa yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan, kapan, dimana, dan bagaimana cara pelaksanaannya,  penentuan ini dapat di ambil berdasarkan naluri pengalaman dan berdasarkan perhitungan-perhitungan yang matang. 
Pada hakekatnya perencanaan mengarah pada penentuan dalam pencapaian tujuan dari sebuah organisasi.
Dengan demikian perencanaan adalah hal yang mutlak dilaksanakan oleh setiap organisasi, kesalahan dalam perencanaan akan mengakibatkan tujuan dari organisasi tidak mencapai sasaran yang efektif dan efisien.
Dalam perencanaan perlu di perhatikan hakekat perencanaan seperti yang di kemukanan oleh Konzt  hakekat perencanaan yaitu “constribution to purpose amd objectivities, primacy of planning, perbasiveness” (dann Sugandha ed..1986:22)
Pendapat  Konzt dapat dijelaskan sebagai berikut :
a.    Sumbangan rencana terhadap tujuan dan sasaran (contribution to purpose and objectives)

Tujuan dari setiap rencana dan semua penjabarannya (anak rencana) adalam utuk membantu pencapaian tujuan dari sasaran organisasi, demikian halnya dengan organisasi diadakan demi mencapai tujuan kelompok kerja

b.    Keutamaan Perencanaan (the primacy of planning)
Secara khusus perencanaan dan pengawasan tidak dapat dipisahkan, tindakan tanpa rencana akan sulit untuk mengawasinya, disebabkan karena pengawasan menyangkut penjagaan kegiatan dengan cara mengoreksi penyimpangan pelaksanaan yang telah di tentukan sesuai dengan rencana.   Demikian pula halnya dengan pengawasan tanpa rencana akan menjadi kurang berarti karena apa yang akan diawasi karena tidak memliki petunjuk bagi sebuah pelaksanaan

c.    Perencanaan bergerak secara menyeluruh (pervasiveness)
Perencanaan adalah fungsi dari setiap manager atau pemimpin dari setiap unit organisasi untuk menentukan kebijakan dalam pencapaian tujuan yang efektif dan efisien dari sebuah tujuan organsiasi, secara garis besarnya setiap pemimpin dari unit organisasi yang dipimpinnya harus membuat rencana untuk mempermudah dalam pelaskanaan tugas dan tanggug jawab yang diberikan oleh atasan pemegang kebijakan

d.    Efisiensi rencana ( efficiency of planning)
Efisiensi rencana dapat diukur dengan seberapa jauh kemajuan dari sebuah kegiatan yang dilakukan dengan menggunakan rencana yang telah di buat, dan sebrapa efisiennya sebuah kegiatan
Melihat bahwa pentingnya sebuah rencana dalam melaksanakan aktifitas organisasi maka dibawah ini dijelaskan langkah langkah dalam penyusunan rencana yang efektif  (dann sugandha ed….1986:23)
1.    Menyadari adanya tantangan
2.    Menentukan sasaran
3.    Menentukan praduga (premis)
4.    Menentukan alternative
5.    Memilih suatu tindakan
6.    Penjabaran rencana menjai sebuah anggaran
Penentu keberhasilan dari sebuah perencanaan adalah factor dana atau bugeting tanpa di tunjang dengan adanya anggaran dana maka sehebat  apapun rencana yang telah di susun tidak akan pernah dapat mencapai tujuan yang di harapkan
Keberhasilan sebuah perencanaan di dukung pula oleh Sumber daya manusia yang memadai
Berikut beberapa prinsif perencanaan (dann sugandha   ed..,1986 :8)
1.    Tujuan dari setiap rencana adalah untuk mempermudah pencapaian tujuan dari suatu organisasi
2.    Efisiensi rencana di ukur dari jumlah kontribusinya terhadapat tujuan yang ditentukan oleh petimbangan dengan biaya dan pengeluaran lain yang tak terduga, yang di butuhkan untuk merumuskan dan melaksanakan rencana tersebut
3.    Rencana secara logis mendahului pelaksanaan dari seluruh fungsi manajemen
4.    Dengan menggunakan rencana yang premisis yang konsisten maka rencana lebih terkoordinasi
5.    Membuat kerangka strategi dan kebijakan yang mudah dimengerti sehingga dalam pelaksanaannya dapat lebih efektif
6.    Rencana harus memiliki periode jangka waktu pelaksanaan
7.    Melakukan pemeriksaan rencana secara periodic dan melakukan perubahan rencana untuk mencapai arah pada sasaran yang diinginkan
Perencanaan yang baik dapat ditarik keuntungan yang baik yaitu :
-       Rencana dapat di jadikan landasan pengawasan
-       Segala kegiatan mempunyai arah yang jelas
-       Rencana dapat dijadikan dasar untuk pendelegasian tugas dan tanggung jawab
-       Segala kegiatan akan lebih ekonomis
-       Dapat membatasi kesalahan yang mungkin terjadi


BAB III
PEMBAHASAN/ANALISIS

3.1.      Proses Penyusunan Kebijakan Program Pembangunan.

Bahwa untuk menjalankan aktifitas pembangunan, pemerintah daerah harus merumuskan rencana-rencana kebijakan, baik yang terkait dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) ataupun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan satuan-satuan kerja (SATKER) dinas harus disesuaikan dengan aspirasi masyarakat yang polanya sudah berubah menjadi bottom up dan bukan lagi top down.
Proses penyusunan kebijakan program pembangunan yang mempunyaii karakter bottom up adalah sebagai berikut :

1.    MUSBANGDES (Musyawarah Pembangunan Desa) atau istilah lainnya MUSRENBANGDES (Musyawarah Rencana Pembangunan Desa).

 Perencanaan pembangunan dimulai dari tingkat desa, yang biasanya dihadiri oleh mereka yang ditunjuk oleh peraturan perundang-undangan, ataupun sesuai dengan kebijakan dari kabupaten, namun seringkali dalam prakteknya hanya menjadi semacam lips servis belaka, karena kegunaan dari musbangdes ini masih perlu dipertanyakan. Mestinya sebelum dilakukan musyawarah di tingkat desa, ketua-ketua RT dan RW mengajak berembuk dengan warga mengenai kebutuhan apa saja yang harus diajukan sebagai usulan kepada pemerintah desa, lalu dilakukanlah musyawarah pembangunan di tingkat desa tersebut. Biasanya masyarakat mempunyai pandangan yang salah bahwa pembangunan yang dilakukan di tempatnya seringkali “dikatakan sebagai bantuan”, padahal memang pembangunan tersebut telah menjadi hak warga masyarakat untuk mendapatkannya, dan sekali lagi bukan “bantuan pembangunan” sebagaimana yang seringkali digulirkan oleh para elit politik, baik dari lingkungan partai ataupun pemerintah. Mana ada partai politik yang memberikan bantuan pembangunan, sedangkan mereka dalam menjalankan roda organisasi saja belum bisa mandiri, masih disupport oleh pemerintah baik melalui APBD maupun APBN.

2.    MUSBANGCAM (Musyawarah Pembangunan Kecamatan) atau istilah lainnya MUSRENBANGCAM (Musyawarah Rencana Pembangunan Kecamatan).

         Merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan musyawarah pembangunan di tingkat desa. Kegiatan ini dilakukan untuk mengumpulkan berbagai masukan dari seluruh kawasan desa dalam satu kecamatan, kemudian yang menghadiri biasanya adalah mereka perwakilan dari desa. Karena sudah banyak masukan dari seluruh desa, maka mestinya pada tingkatan ini sudah harus dipikirkan mengenai pembuatan “skala prioritas” pembangunan yang akan diajukan. Penentuan skala prioritas ini harus ditentukan secara bersama-sama antara pemerintah kecamatan dengan perwakilan-perwakilan desa, dan tidak hanya dari pemerintah kecamatan saja. Kalau hal ini yang terjadi maka akan terjadi sebuah situasi yang tidak fair, atau tidak adil.

3.    MUSBANGKAB (Musyawarah Pembangunan Kabupaten) atau istilah lainnya       MUSRENBANGKAB (Musyawarah Rencana Pembangunan Kabupaten).

        Musyawarah ini dilakukan di tingkat Kabupaten yang dihadiri oleh para perwakilan dari kecamatan-kecamatan untuk kemudian melakukan sinkronisasi rencana-rencana pembangunan yang telah disusun dengan rencana-rencana yang telah dibikin oleh Dinas-dinas. Nah pada level ini biasanya akan terjadi tarik ulur kepentingan antara masukan aspirasi dari masyarakat dan dinas-dinas
         
Oleh karena memang, harus dicari format skala prioritas pembangunan masyarakat melalui pola perankingan, sehingga dapat dicapai kesepakatan bersama, dan tidak hanya pada coret-mencoret yang dilakukan oleh para kepala dinas semata.
         Penentuan skala prioritas ini tidak boleh dilakukan secara sepihak karena hasil dari pelaksanaan kegiatan ini nantinya akan menjadi Rencana Anggaran dan Pendapatan Daerah (RAPBD).       
        Draft APBD ini kemudian diajukan oleh pemerintah kabupaten untuk dimusyawarahkan dengan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah)
Penyelenggaraan pemerintahan mengalami perubahan yang dinamis dari waktu ke waktu.  Perjalanan perubahan itu kemudian sampai pada format penyelenggaraan pemerintahan yang mengarahkan pelimpahan kewenangan lebih besar kepada pemerintah daerah dari pemerintah pusat
 Hal itu ditandai dengan lahirnya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah,  kemudian dipertegas dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 yang membawa implikasi kewenangan desentralisasi di bidang perencanaan pembangunan daerah.

Pelimpahan kewenangan perencanaan tersebut diwujudkan melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU SPPN) yang merupakan manifestasi nyata dari keinginan Pemerintah dan masyarakat untuk memastikan bahwa kegiatan pembangunan sesuai dengan hasil perencanaan, baik jangka panjang, menengah maupun perencanaan tahunan. Secara substantif Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, mengamanatkan kepada pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang merupakan garisgaris besar pelaksanaan pembangunan daerah selama lima tahun.

Penyusunan Rencana Strategis SKPD, RKPD (Rencana Kerja Pembangunan Daerah), serta RAPBD, sehingga sasaran pembangunan daerah saling terkait dan saling menunjang dalam upaya pencapaian tujuan dan sasaran visi, misi dan program kepala daerah. RPJMD juga menjadi pedoman dalam penyusunan LKPJ (Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban) Kepala Daerah, dan tolok ukur kinerja Kepala Daerah selama masa jabatannya. RPJMD disusun melalui mekanisme yang diatur dalam Peraturan menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 yang meliputi proses persiapan penyusunan RPJMD, penyusunan rancangan awal RPJMD, penyusunan rancangan RPJMD, pelaksanaan musrenbang RPJMD, perumusan rancangan akhir RPJMD dan penetapan Peraturan Daerah tentang RPJMD. Seluruh tahapan tersebut dilaksanakan dengan memperhatikan kaidah-kaidah aturan legal formal dan kaidah-kaidah akademik.

3.2.      Dasar Hukum

Landasan hukum dalam penyusunan RPJMD Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2011-2015 adalah sebagai berikut:
1.    Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

2.    Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;


3.    Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);

3.    Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

 5.   Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan RPJMD Kabupaten Lombok Tengah 2011-2015 I - 3 Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);

6.    Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

7.    Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4664);

8.    Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/ Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
9.    Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Pemerintahan Daerah;

10. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 Tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4815);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan;

12. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta Kedudukan Keuangan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5107);

14. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2010-2015; RPJMD Kabupaten Lombok Tengah 2011-2015 I - 4

15. Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;

16. Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;

17. SE Mendagri No. 050/2020/SJ Tahun 2005 tentang Petunjuk Penyusunan Dokumen RPJP Daerah dan RPJM Daerah;

18. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 11 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat;

19. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau- pulau Kecil;

20. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 3 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2005 -2025.

3.3.      Peran Strategis Masyarakat Dalam Perencanaan

 Pembangunan Dengan semangat reformasi dalam kerangka mewujudkan kepemerintahan yang baik (baca; good governance) dan berorientasi pada perwujudan kesejahteraan rakyat, maka masyarakat diharuskan untuk melakukan tindakan-tindakan aktif (peran partisipatif) guna mengawal seluruh rangkaian proses penyusunan perencanaan pembangunan yang dilakukan, baik di tingkat desa, kecamatan ataupun kabupaten. Apa sebab? masyarakat sekarang ini sudah bukan lagi berposisi sebagai obyek pembangunan semata, tetapi juga menjadi subyek pembangunan.

 3.4.     Perencanaan Pembangunan Daerah dan  Partisipatif Masyarakat

Dengan adanya perubahan sistem kebijakan ini, pemerintah daerah mempunyai kewenangan besar untuk merencanakan/ merumuskan, dan melaksanakan kebijakan dan program pembangunan yang sesuai dengan aspirasi masyarakat.

 Di dalam sistem desentralistik dan otonomi, melekat pula kewenangan sekaligus tanggung jawab untuk secara pro aktif mengupayakan kebijakan penanggulangan kemiskinan demi kesejahteraan rakyat, baik secara langsung maupun tidak langsung.

 Tanggung jawab ini merupakan konsekwensi logis dari salah satu tujuan diberlakukannya otonomi daerah, yakni menciptakan sistem pelayanan publik yang lebih baik, efektif dan efisien yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan serta kemandirian masyarakat. Oleh karena itu kebijakan penanggulangan kemiskinan itu tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat semata.
Adanya kandungan aspek lokalitas yang tinggi dalam perumusan kebijakan publik juga menyebabkan pemerintah daerah dituntut untuk bersikap transparan dan akuntabel sebagai upaya untuk menciptakan pemerintahan yang bersih, sebab sekarang ini pemerintah daerah tidak hanya menjadi pelaksana kebijakan pemerintah pusat semata, namun memiliki kewenangan untuk merancang program pembangunan daerahnya sendiri dengan disesuaikan atas aspirasi dan kebutuhan rakyat di daerah.

 Hal ini ditunjang dengan adanya beberapa faktor yang mempermudah pelaksanaan otonomi daerah agar dapat berjalan secara kondusif terhadap kebijakan pembangunan. DAU (Dana Alokasi Umum). Diberikan kepada pemerintah daerah dalam bentuk block grant (pemberian hibah), sehingga pemerintah daerah mempunyai fleksibilitas yang cukup tinggi dalam menggunakan alokasi dana tersebut sesuai dengan kepentingan dan prioritas daerah.
 Dengan kata lain, pemerintah dapat bertindak lebih tanggap dan pro aktif dalam penanggulangan kemiskinan tanpa menunggu instruksi pemerintah di atasnya (propinsi ataupun pusat).

Ijin penanaman modal dan kegiatan dunia usaha umumnya kini dapat diselesaikan di tingkat daerah sehingga pengurusannya lebih mudah dan biaya lebih murah.

Daerah yang kaya sumber daya alam memperoleh penerimaan alokasi dana yang besar. Dengan dana tersebut daerah yang bersangkutan relatif lebih mudah untuk menentukan prioritas langkah-langkah pembangunan dengan berdasar pada partisipasi masyarakat.

3.5.      Pendekatan Proses Partisipatif Dalam Proses Penyusunan Rencana        Pembangunan Daerah

Peraturan dan perundangan di era desentralisasi memperlihatkan komitmen politik pemerintah untuk menata kembali dan meningkatkan sistem, mekanisme, prosedur dan kualitas proses perencanaan dan penganggaran daerah. Ini dilakukan dengan tujuan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan daerah yang lebih baik, demokratis, dan pembangunan daerah berkelanjutan.

Ini bermakna bahwa perencanaan daerah selain diharapkan memenuhi kaidah penyusunan rencana yang sistematis, terpadu, transparan dan akuntabel; konsisten dengan rencana lainnya yang relevan; juga kepemilikan rencana (sense of ownership) menjadi aspek yang perlu diperhatikan. Keterlibatan masyarakat dan para stakeholder serta pihak legislatif dalam proses pengambilan keputusan perencanaan menjadi sangat penting untuk memastikan rencana yang disusun mendapatkan dukungan optimal bagi implementasinya. RPJMD atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah merupakan satu dokumen rencana resmi daerah yang dipersyaratkan bagi mengarahkan pembangunan daerah dalam jangka waktu 5 (lima) tahun ke depan masa pimpinan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Terpilih.
Sebagai suatu dokumen rencana yang penting sudah sepatutnya Pemerintah Daerah, DPRD, dan masyarakat memberikan perhatian penting pada kualitas proses penyusunan dokumen RPJMD, dan tentunya partisipasi masyarakat menjadi mutlak dalam proses pemantauan, evaluasi, dan review berkala atas implementasinya. Karena dokumen RPJMD sangat terkait dengan visi dan misi Kepala Daerah Terpilih, maka kualitas penyusunan RPJMD akan mencerminkan sejauh mana kredibilitas Kepala Daerah Terpilih dalam memandu, mengarahkan, dan memprogramkan perjalanan kepemimpinannya dan pembangunan daerahnya dalam masa 5 (lima) tahun ke depan dan mempertanggungjawabkan hasilnya kepada masyarakat pada akhir masa kepemimpinannya.

Untuk mendapatkan dukungan yang optimal bagi implementasinya, proses penyusunan dokumen RPJMD perlu membangun komitmen dan kesepakatan dari semua stakeholder untuk mencapai tujuan RPJMD melalui proses yang transparan, demokratis, dan akuntabel dengan memadukan pendekatan teknokratis, demokratis, partisipatif, serta politis.

Langkah yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mengakomodir kepentingan masyarakat dengan memberikan pendampingan dalam penyusunan rencana pembangunan desa, dan membuka peluang pihak ketiga untuk berinvestasi  serta memberikan kemudahan dalam memberikan perizinan, sehingga peluang bagi pembangunan desa semakin terbuka tanpa harus mengandalkan alokasi dana yang minim dari pemerintah daerah, dan yang terpenting adalah mendorong generasi muda untuk meningkatkan pendidikan yang lebih baik sehingga sumberdaya manusia yang ada di desa cukup memadai untuk memajukan desa tempat tinggalnya