PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kabupaten Lombok Tengah
adalah salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Ibu kota daerah ini ialah Praya.
Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.208,39 km² dengan populasi sebanyak
860.209 jiwa, dengan jumlah kecamatan sebanyak 12 kecamatan, 127 desa dan 12 kelurahan
sehingga desa/kelurahan berjumlah 139 desa/kelurahan
Melihat luas
dan banyaknya penduduk dianggap perlu untuk melakukan Pembangunan untuk
kelancaran masyarakat dalam beraktifitas, dalam melaksanakan pembangunan yang
baik yang efektif dan efisien harus diawali dengan perencanaan yang baik pula,
sehingga mampu dilaksanakan oleh seluruh pelaku pembangunan serta memenuhi
kebutuhan masyarakat.
Untuk itu, maka
proses perencanaan memerlukan keterlibatan masyarakat, agar sasaran pembangunan
tepat guna dan tepat sasaran diantaranya melalui konsultasi public atau
musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang).
Musrenbang
merupakan forum konsultasi para pemangku kepentingan untuk menghasilkan
kesepakatan perencanaan pembangunan di daerah yang bersangkutan sesuai
tingkatan wilayahnya.
Penyelenggaraan
musrenbang meliputi tahap persiapan, diskusi dan perumusan prioritas
program/kegiatan, formulasi kesepakatan musyawarah dan kegiatan pasca
musrenbang.
Musrenbang
merupakan wahana utama konsultasi publik yang digunakan pemerintah dalam
penyusunan rencana pembangunan nasional dan daerah di Indonesia. Musrenbang
tahunan merupakan forum konsultasi para pemangku kepentingan untuk perencanaan
pembangunan tahunan, yang dilakukan secara berjenjang melalui mekanisme
“bottom-up planning”, dimulai dari musrenbang desa/kelurahan, musrenbang
kecamatan, forum SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) dan musrenbang
kabupaten/kota, dan untuk jenjang berikutnya hasil musrenbang kabupaten/ kota
juga digunakan sebagai masukan untuk musrenbang provinsi, Rakorpus (Rapat
Koordinasi Pusat) dan musrenbang nasional.
Proses
musrenbang pada dasarnya mendata aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang
dirumuskan melalui pembahasan di tingkat desa/kelurahan, dilanjutkan di tingkat
kecamatan, dikumpulkan berdasarkan urusan wajib dan pilihan pemerintahan
daerah, dan selanjutnya diolah dan dilakukan prioritisasi program/kegiatan di
tingkat kabupaten/kota oleh Bappeda bersama para pemangku kepentingan
disesuaikan dengan kemampuan pendanaan dan kewenangan daerah.
Pada tingkat
desa/kelurahan, fungsi musrenbang adalah menyepakati isu prioritas wilayah
desa/kelurahan, program dan kegiatan yang dapat dibiayai dari Alokasi Dana Desa
(ADD), diusulkan ke APBD, maupun yang akan dilaksanakan melalui swadaya
masyarakat dan APBDesa, serta menetapkan wakil/delegasi yang akan mengikuti
musrenbang kecamatan.
Pada tingkat
kecamatan, fungsi musrenbang adalah menyepakati isu dan permasalahan skala
kecamatan, prioritas program dan kegiatan desa/kelurahan, menyepakati program
dan kegiatan lintas desa/kelurahan di wilayah kecamatan yang bersangkutan,
sebagai masukan bagi Forum SKPD dan bahan pertimbangan kecamatan, sesuai dengan
tugas dan kewenangannya dalam menyusun Rencana Kerja Kecamatan. Musrenbang
kecamatan juga menetapkan delegasi kecamatan yang akan mengikuti Forum SKPD
Musrenbang
Kabupaten/Kota. Musrenbang kecamatan, selain menjaring kebutuhan nyata
masyarakat desa/ kelurahan, juga berfungsi untuk memaduserasikan dengan
kebijakan pembangunan pemerintah kabupaten/kota, sekaligus mengidentifikasi
program-program/kegiatan yang bersumber dari dana non APBD atau program-program
nasional yang langsung ke masyarakat,
Untuk menjamin
agar usulan dari masyarakat ini disampaikan ke tingkat kabupaten/kota, maka
para wakil/delegasi dari tingkat desa/kelurahan, para wakil dari organisasi
lembaga kemasyarakatan, terutama kelompok wanita dan kelompok marginal,
perwakilan SKPD, juga termasuk anggota DPRD dari daerah asal pemilihan yang
berkenaan diwajibkan untuk menghadiri musrenbang kecamatan, yang selanjutnya
bersama forum SKPD untuk membahas yang selanjutnya dapat di rumuskan menjadi Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) sebagai acuan pembangunan yang
dilakukan oleh Pemerintah daerah
B. Identifiasi
Masalah
Musrenbang merupakan peran
partisipasi masyarakat untuk ikut merencanakan Rencana Pembangunan di dalam
masyarakat desa guna meningkatkan mutu inprastruktur yang memadai, seperti
pembukaan jalan baru, pembuatan irigasi baru atau rehabilitasai sarana
prasarana guna menunjang aktifitas masyarakat dalam melakukan aktifitas sehari
hari dan inprastruktur lainnya yang di butuhkan masyarakat
Didalam
era otonomi daerah dan alam demokrasi dewasa ini proses partisipasi masyarakat
merupakan tolok ukur bagi pemerintah dalam pelaksanaan pemerintahan. bahkan,
issu partisipasi masyarakat dalam kebijakan publik tersebut juga telah menjadi
issu yang sangat penting hal tersebut ditandai dengan munculnya isu good
governance
Pelaksanaan musrenbang adalah implementasi
dari rencana pembangunan yang direncanakan dari peran serta masyarakat (bottom
up planning) yang di lakukan berjenjang dari mulai dari tingkat desa, kecamatan
dan kabupaten yang selanjutnya di tetapkan menjadi Rencana Pembangunan
Yang dalam Implementasi pelaksanaannya lebih
banyak mengecewakan masyarakat karena minimnya realisasi dari peran serta
masyarakat dalam menyusun rencana pembangunan
Hal ini di sebabkan oleh beberapa hal :
1. Keterbatasan Anggaran Belanja Daerah
2. Keterbatasan Sumber Daya Manusia yang ada di
Desa
3. Faktor Politik
C. Methode
Penulisan
Methode yang di gunakan dalam
penulisan karya ilmiyah ini adalah dengan menggunakan :
1.
Methode
Kepustakaan yaitu dengan membaca buku buku yang berkaitan dengan bahan
penulisan karya ini
2.
Methode
Empiris yaitu dengan pengumpulan data yang di lakukan berdasarkan pengamatan
dan pengalaman penulis
3.
Methode
legalitas yaitu pengumpulan data yang di lakukan berdasarkan perundang-undangan
yang berlaku
D. Sistematika
Penulisan
Untuk mempermudah dalam membahas
permasalahan yang ada maka uraian Karya imliyah ini di bagi menjadi 4(empat)
bab yang susunannya sebagai berikut :
Bab I :
Pendahuluan
Bab ini menguraikan tentang Latar
Belakang, Identifikasi Masalah, Methode Penulisan dan sistematika penulisan
Bab II : Tinjauan Pustaka
Dalam bab ini
membahas tentang pentingnya perencanaan dalam setiap kegiatan guna mendapatkan
hasil yang efektif dan efisien sesuai yang di harapkan
Bab III : Pembahasan/Analisis
Bab ini
menguraikan tentang peran serta masyarakat dalam membuat rencana pembangunan
lewat proses Musyawarah Rencana Pembangunan yang di mulai dari tinggkat Desa,
tingkat Kecamatan, dan selanjutnya tingkat Daerah untuk dilakukan perangkingan
guna di jadikan sebagai acuan untuk menjadii RPJMD dan atau RPJPD guna penyerapan
dana baik dari DAU, APBD atau swadaya masyarakat
Bab IV :
Penutup
Merupakan
bagian akhir dari seluruh rangkaian penyusunan Karya Ilmiyah yang berisikan
Kesimpulan dan Saran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Memang harus diakui bahwa dalam
pelaksanaan rencana program pembangunan biasanya dilakukan dengan menggunakan metode
teknokratik dan demokrasi methode partisipatif.
1.
Methode
Teknokratik
Perencanaan pembangunan secara
teknokratik dilakukan secara sepihak oleh para teknokrat yang duduk di struktur
pemerintahan daerah.
Mereka akan melaksanakan penyusunan rencana
pembangunan menurut buah pikiran dan ilmu pembangunan.
Kelemahannya adalah perencanaan
secara teknokratif ini tidak melibatkan warga masyarakat, sehingga perencanaan
pembangunan yang dihasilkan biasanya justru tidak sesuai dengan apa yang
terjadi di lapangan, karena seringkali jauh dari harapan dan kebutuhan
masyarakat.
Pada sisi ini masyarakat hanya dibiarkan
sebagai penonton/ objek saja, tanpa mempunyai hak apapun.
2.
Methode
Partisipatif
Perencanaan pembangunan secara
demokratis partisipatif adalah metode perencaan pembangunan dengan cara
melibatkan warga masyarakat yang diposisikan sebagai subyek pembangunan.
Artinya masyarakat diberikan peluang menggunakan hak-hak politiknya untuk
memberikan masukan dan aspirasi dalam penyusunan perencanaan pembangunan.
Methode yang kedua ini diharapkan dapat
memberikan hasil-hasil perencanaan pembangunan yang sesuai dengan apa yang
terjadi di lapangan ataupun sesuai dengan tingkat kebutuhan masyarakat, karena
memang warga masyarakat langsung menyampaikan aspirasi kebutuhannya. Metode ini
berkarakteristik bottom up dari bawah keatas
Partisipasi masyarakat seperti diamanatkan dalam peraturan
dan perundangan mengamanatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan
daerah. UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah,
mengamanatkan bahwa perencanaan pembangunan harus melalui pelibatan
penyelenggara negara dan masyarakat.
Dengan demikian, ruang partisipasi seluruh pelaku
pembangunan dijamin dan terbuka luas.
Ada tiga asas penting yang membuka partisipasi masyarakat
dalam undang-undang tersebut yaitu:
(1) Asas “kepentingan umum”
yaitu asas yang mendahulukan
kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif;
(2) Asas“keterbukaan”
yaitu asas yang membuka diri
terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak
diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan
perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia Negara
(3) Asas“akuntabilitas”
yaitu asas yang menentukan bahwa
setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan
tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, partisipasi masyarakat
penting dalam sistem pemerintahan daerah.
Partisipasi masyarakat berguna
untuk:
1. Mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat;
2. Menciptakan rasa memiliki pemerintahan;
3. Menjamin keterbukaan, akuntabilitas dan
kepentingan umum;
4. Mendapatkan aspirasi masyarakat dan
5. Sebagai wahana untuk agregasi kepentingan dan
mobilisasi dana.
Dalam peraturan
dan perundangan baru, penyusunan rencana dikehendaki memadukan pendekatan
teknokratis, demokratis, partisipatif, politis, bottom-up dan top down process.
Perencanaan adalah inti dari proses dalam
pencapaian tujuan yang efektif dan efisien, yang di dalamnya menguraikan
tentang apa yang akan dilakukan dan bagaimana melakukan. Perencanaan adalah jembatan untuk
memproyeksikan aktivitas, setiap orang dari apa yang diharapkan dari kegiatan
yang akan di capainya.
Hal yang paling yang paling penting adalah
menjaga agar tujuan dan sasaran serta cara pencapaian tujuan benar benar
dimengerti oleh setiap orang dalam proses pelaksanaan dari apa yang akan di
hasilkan
Perencanaan adalah penentu tentang apa yang
harus di lakukan, siapa yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan, kapan,
dimana, dan bagaimana cara pelaksanaannya,
penentuan ini dapat di ambil berdasarkan naluri pengalaman dan berdasarkan
perhitungan-perhitungan yang matang.
Pada hakekatnya perencanaan mengarah pada
penentuan dalam pencapaian tujuan dari sebuah organisasi.
Dengan demikian perencanaan adalah hal yang
mutlak dilaksanakan oleh setiap organisasi, kesalahan dalam perencanaan akan
mengakibatkan tujuan dari organisasi tidak mencapai sasaran yang efektif dan
efisien.
Dalam perencanaan perlu di perhatikan hakekat
perencanaan seperti yang di kemukanan oleh Konzt
hakekat perencanaan yaitu “constribution to purpose amd objectivities,
primacy of planning, perbasiveness” (dann Sugandha ed..1986:22)
Pendapat
Konzt dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Sumbangan
rencana terhadap tujuan dan sasaran (contribution to purpose and objectives)
Tujuan dari setiap rencana
dan semua penjabarannya (anak rencana) adalam utuk membantu pencapaian tujuan
dari sasaran organisasi, demikian halnya dengan organisasi diadakan demi
mencapai tujuan kelompok kerja
b. Keutamaan
Perencanaan (the primacy of planning)
Secara khusus perencanaan
dan pengawasan tidak dapat dipisahkan, tindakan tanpa rencana akan sulit untuk
mengawasinya, disebabkan karena pengawasan menyangkut penjagaan kegiatan dengan
cara mengoreksi penyimpangan pelaksanaan yang telah di tentukan sesuai dengan
rencana. Demikian pula halnya dengan
pengawasan tanpa rencana akan menjadi kurang berarti karena apa yang akan
diawasi karena tidak memliki petunjuk bagi sebuah pelaksanaan
c. Perencanaan
bergerak secara menyeluruh (pervasiveness)
Perencanaan adalah fungsi
dari setiap manager atau pemimpin dari setiap unit organisasi untuk menentukan
kebijakan dalam pencapaian tujuan yang efektif dan efisien dari sebuah tujuan
organsiasi, secara garis besarnya setiap pemimpin dari unit organisasi yang
dipimpinnya harus membuat rencana untuk mempermudah dalam pelaskanaan tugas dan
tanggug jawab yang diberikan oleh atasan pemegang kebijakan
d. Efisiensi
rencana ( efficiency of planning)
Efisiensi rencana dapat diukur dengan
seberapa jauh kemajuan dari sebuah kegiatan yang dilakukan dengan menggunakan
rencana yang telah di buat, dan sebrapa efisiennya sebuah kegiatan
Melihat bahwa pentingnya sebuah rencana dalam
melaksanakan aktifitas organisasi maka dibawah ini dijelaskan langkah langkah
dalam penyusunan rencana yang efektif
(dann sugandha ed….1986:23)
1. Menyadari
adanya tantangan
2. Menentukan
sasaran
3. Menentukan
praduga (premis)
4. Menentukan
alternative
5. Memilih
suatu tindakan
6. Penjabaran
rencana menjai sebuah anggaran
Penentu keberhasilan dari sebuah perencanaan
adalah factor dana atau bugeting tanpa di tunjang dengan adanya anggaran dana
maka sehebat apapun rencana yang telah
di susun tidak akan pernah dapat mencapai tujuan yang di harapkan
Keberhasilan sebuah perencanaan di dukung
pula oleh Sumber daya manusia yang memadai
Berikut beberapa prinsif perencanaan (dann
sugandha ed..,1986 :8)
1. Tujuan
dari setiap rencana adalah untuk mempermudah pencapaian tujuan dari suatu
organisasi
2. Efisiensi
rencana di ukur dari jumlah kontribusinya terhadapat tujuan yang ditentukan
oleh petimbangan dengan biaya dan pengeluaran lain yang tak terduga, yang di
butuhkan untuk merumuskan dan melaksanakan rencana tersebut
3. Rencana
secara logis mendahului pelaksanaan dari seluruh fungsi manajemen
4. Dengan
menggunakan rencana yang premisis yang konsisten maka rencana lebih
terkoordinasi
5. Membuat
kerangka strategi dan kebijakan yang mudah dimengerti sehingga dalam
pelaksanaannya dapat lebih efektif
6. Rencana
harus memiliki periode jangka waktu pelaksanaan
7. Melakukan
pemeriksaan rencana secara periodic dan melakukan perubahan rencana untuk
mencapai arah pada sasaran yang diinginkan
Perencanaan yang baik dapat ditarik
keuntungan yang baik yaitu :
- Rencana
dapat di jadikan landasan pengawasan
- Segala
kegiatan mempunyai arah yang jelas
- Rencana
dapat dijadikan dasar untuk pendelegasian tugas dan tanggung jawab
- Segala
kegiatan akan lebih ekonomis
- Dapat
membatasi kesalahan yang mungkin terjadi
BAB
III
PEMBAHASAN/ANALISIS
3.1. Proses Penyusunan Kebijakan Program Pembangunan.
Bahwa untuk menjalankan aktifitas
pembangunan, pemerintah daerah harus merumuskan rencana-rencana kebijakan, baik
yang terkait dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) ataupun
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan satuan-satuan kerja
(SATKER) dinas harus disesuaikan dengan aspirasi masyarakat yang polanya sudah
berubah menjadi bottom up dan bukan lagi top down.
Proses
penyusunan kebijakan program pembangunan yang mempunyaii karakter bottom up
adalah sebagai berikut :
1.
MUSBANGDES
(Musyawarah Pembangunan Desa) atau istilah lainnya MUSRENBANGDES (Musyawarah
Rencana Pembangunan Desa).
Perencanaan pembangunan dimulai dari tingkat
desa, yang biasanya dihadiri oleh mereka yang ditunjuk oleh peraturan
perundang-undangan, ataupun sesuai dengan kebijakan dari kabupaten, namun
seringkali dalam prakteknya hanya menjadi semacam lips servis belaka, karena
kegunaan dari musbangdes ini masih perlu dipertanyakan. Mestinya sebelum
dilakukan musyawarah di tingkat desa, ketua-ketua RT dan RW mengajak berembuk
dengan warga mengenai kebutuhan apa saja yang harus diajukan sebagai usulan
kepada pemerintah desa, lalu dilakukanlah musyawarah pembangunan di tingkat
desa tersebut. Biasanya masyarakat mempunyai pandangan yang salah bahwa
pembangunan yang dilakukan di tempatnya seringkali “dikatakan sebagai bantuan”,
padahal memang pembangunan tersebut telah menjadi hak warga masyarakat untuk
mendapatkannya, dan sekali lagi bukan “bantuan pembangunan” sebagaimana yang
seringkali digulirkan oleh para elit politik, baik dari lingkungan partai
ataupun pemerintah. Mana ada partai politik yang memberikan bantuan
pembangunan, sedangkan mereka dalam menjalankan roda organisasi saja belum bisa
mandiri, masih disupport oleh pemerintah baik melalui APBD maupun APBN.
2.
MUSBANGCAM
(Musyawarah Pembangunan Kecamatan) atau istilah lainnya MUSRENBANGCAM
(Musyawarah Rencana Pembangunan Kecamatan).
Merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan
musyawarah pembangunan di tingkat desa. Kegiatan ini dilakukan untuk
mengumpulkan berbagai masukan dari seluruh kawasan desa dalam satu kecamatan,
kemudian yang menghadiri biasanya adalah mereka perwakilan dari desa. Karena
sudah banyak masukan dari seluruh desa, maka mestinya pada tingkatan ini sudah
harus dipikirkan mengenai pembuatan “skala prioritas” pembangunan yang akan
diajukan. Penentuan skala prioritas ini harus ditentukan secara bersama-sama
antara pemerintah kecamatan dengan perwakilan-perwakilan desa, dan tidak hanya
dari pemerintah kecamatan saja. Kalau hal ini yang terjadi maka akan terjadi
sebuah situasi yang tidak fair, atau tidak adil.
3.
MUSBANGKAB
(Musyawarah Pembangunan Kabupaten) atau istilah lainnya MUSRENBANGKAB (Musyawarah Rencana Pembangunan Kabupaten).
Musyawarah ini dilakukan di tingkat
Kabupaten yang dihadiri oleh para perwakilan dari kecamatan-kecamatan untuk
kemudian melakukan sinkronisasi rencana-rencana pembangunan yang telah disusun
dengan rencana-rencana yang telah dibikin oleh Dinas-dinas. Nah pada level ini
biasanya akan terjadi tarik ulur kepentingan antara masukan aspirasi dari
masyarakat dan dinas-dinas
Oleh karena
memang, harus dicari format skala prioritas pembangunan masyarakat melalui pola
perankingan, sehingga dapat dicapai kesepakatan bersama, dan tidak hanya pada
coret-mencoret yang dilakukan oleh para kepala dinas semata.
Penentuan skala prioritas ini tidak boleh
dilakukan secara sepihak karena hasil dari pelaksanaan kegiatan ini nantinya
akan menjadi Rencana Anggaran dan Pendapatan Daerah (RAPBD).
Draft APBD ini kemudian diajukan oleh
pemerintah kabupaten untuk dimusyawarahkan dengan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah)
Penyelenggaraan
pemerintahan mengalami perubahan yang dinamis dari waktu ke waktu. Perjalanan perubahan itu kemudian sampai pada
format penyelenggaraan pemerintahan yang mengarahkan pelimpahan kewenangan
lebih besar kepada pemerintah daerah dari pemerintah pusat
Hal itu ditandai dengan lahirnya UU Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, kemudian dipertegas dengan UU Nomor 32 Tahun
2004 yang membawa implikasi kewenangan desentralisasi di bidang perencanaan
pembangunan daerah.
Pelimpahan
kewenangan perencanaan tersebut diwujudkan melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU SPPN) yang merupakan
manifestasi nyata dari keinginan Pemerintah dan masyarakat untuk memastikan
bahwa kegiatan pembangunan sesuai dengan hasil perencanaan, baik jangka
panjang, menengah maupun perencanaan tahunan. Secara substantif Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, mengamanatkan kepada
pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) yang merupakan garisgaris besar pelaksanaan pembangunan daerah selama
lima tahun.
Penyusunan
Rencana Strategis SKPD, RKPD (Rencana Kerja Pembangunan Daerah), serta RAPBD,
sehingga sasaran pembangunan daerah saling terkait dan saling menunjang dalam
upaya pencapaian tujuan dan sasaran visi, misi dan program kepala daerah. RPJMD
juga menjadi pedoman dalam penyusunan LKPJ (Laporan Keterangan Pertanggung
Jawaban) Kepala Daerah, dan tolok ukur kinerja Kepala Daerah selama masa
jabatannya. RPJMD disusun melalui mekanisme yang diatur dalam Peraturan menteri
Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 yang meliputi proses persiapan penyusunan
RPJMD, penyusunan rancangan awal RPJMD, penyusunan rancangan RPJMD, pelaksanaan
musrenbang RPJMD, perumusan rancangan akhir RPJMD dan penetapan Peraturan
Daerah tentang RPJMD. Seluruh tahapan tersebut dilaksanakan dengan
memperhatikan kaidah-kaidah aturan legal formal dan kaidah-kaidah akademik.
3.2. Dasar Hukum
Landasan hukum dalam penyusunan RPJMD
Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2011-2015 adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4421);
2. Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
3. Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
3. Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang
Rencana Pembangunan RPJMD Kabupaten Lombok Tengah 2011-2015 I - 3 Jangka
Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
6. Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4578);
7. Peraturan
Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4664);
8. Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/ Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
9. Peraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Pemerintahan Daerah;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 Tentang
Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4815);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan;
12. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang
Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Daerah, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata
Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta Kedudukan Keuangan Gubernur sebagai
Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5107);
14. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2010-2015; RPJMD Kabupaten
Lombok Tengah 2011-2015 I - 4
15. Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah;
16. Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan,
Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;
17. SE Mendagri No. 050/2020/SJ Tahun 2005 tentang
Petunjuk Penyusunan Dokumen RPJP Daerah dan RPJM Daerah;
18. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor
11 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat;
19. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 2
Tahun 2008 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau- pulau Kecil;
20. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 3
Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Nusa
Tenggara Barat Tahun 2005 -2025.
3.3.
Peran Strategis Masyarakat Dalam Perencanaan
Pembangunan Dengan semangat reformasi dalam
kerangka mewujudkan kepemerintahan yang baik (baca; good governance) dan
berorientasi pada perwujudan kesejahteraan rakyat, maka masyarakat diharuskan
untuk melakukan tindakan-tindakan aktif (peran partisipatif) guna mengawal
seluruh rangkaian proses penyusunan perencanaan pembangunan yang dilakukan,
baik di tingkat desa, kecamatan ataupun kabupaten. Apa sebab? masyarakat
sekarang ini sudah bukan lagi berposisi sebagai obyek pembangunan semata, tetapi
juga menjadi subyek pembangunan.
3.4.
Perencanaan Pembangunan Daerah dan Partisipatif Masyarakat
Dengan adanya perubahan sistem
kebijakan ini, pemerintah daerah mempunyai kewenangan besar untuk merencanakan/
merumuskan, dan melaksanakan kebijakan dan program pembangunan yang sesuai
dengan aspirasi masyarakat.
Di dalam sistem desentralistik dan otonomi,
melekat pula kewenangan sekaligus tanggung jawab untuk secara pro aktif
mengupayakan kebijakan penanggulangan kemiskinan demi kesejahteraan rakyat,
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Tanggung jawab ini merupakan konsekwensi logis
dari salah satu tujuan diberlakukannya otonomi daerah, yakni menciptakan sistem
pelayanan publik yang lebih baik, efektif dan efisien yang pada akhirnya
diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan serta kemandirian masyarakat. Oleh
karena itu kebijakan penanggulangan kemiskinan itu tidak hanya menjadi tanggung
jawab pemerintah pusat semata.
Adanya
kandungan aspek lokalitas yang tinggi dalam perumusan kebijakan publik juga
menyebabkan pemerintah daerah dituntut untuk bersikap transparan dan akuntabel
sebagai upaya untuk menciptakan pemerintahan yang bersih, sebab sekarang ini
pemerintah daerah tidak hanya menjadi pelaksana kebijakan pemerintah pusat
semata, namun memiliki kewenangan untuk merancang program pembangunan daerahnya
sendiri dengan disesuaikan atas aspirasi dan kebutuhan rakyat di daerah.
Hal ini ditunjang dengan adanya beberapa
faktor yang mempermudah pelaksanaan otonomi daerah agar dapat berjalan secara
kondusif terhadap kebijakan pembangunan. DAU (Dana Alokasi Umum). Diberikan
kepada pemerintah daerah dalam bentuk block grant (pemberian hibah), sehingga
pemerintah daerah mempunyai fleksibilitas yang cukup tinggi dalam menggunakan
alokasi dana tersebut sesuai dengan kepentingan dan prioritas daerah.
Dengan kata lain, pemerintah dapat bertindak
lebih tanggap dan pro aktif dalam penanggulangan kemiskinan tanpa menunggu
instruksi pemerintah di atasnya (propinsi ataupun pusat).
Ijin penanaman
modal dan kegiatan dunia usaha umumnya kini dapat diselesaikan di tingkat
daerah sehingga pengurusannya lebih mudah dan biaya lebih murah.
Daerah yang kaya
sumber daya alam memperoleh penerimaan alokasi dana yang besar. Dengan dana
tersebut daerah yang bersangkutan relatif lebih mudah untuk menentukan
prioritas langkah-langkah pembangunan dengan berdasar pada partisipasi
masyarakat.
3.5. Pendekatan
Proses Partisipatif Dalam Proses Penyusunan Rencana Pembangunan Daerah
Peraturan dan
perundangan di era desentralisasi memperlihatkan komitmen politik pemerintah
untuk menata kembali dan meningkatkan sistem, mekanisme, prosedur dan kualitas
proses perencanaan dan penganggaran daerah. Ini dilakukan dengan tujuan untuk
mewujudkan tata kelola pemerintahan daerah yang lebih baik, demokratis, dan
pembangunan daerah berkelanjutan.
Ini bermakna bahwa perencanaan
daerah selain diharapkan memenuhi kaidah penyusunan rencana yang sistematis,
terpadu, transparan dan akuntabel; konsisten dengan rencana lainnya yang
relevan; juga kepemilikan rencana (sense of ownership) menjadi aspek yang perlu
diperhatikan. Keterlibatan masyarakat dan para stakeholder serta pihak
legislatif dalam proses pengambilan keputusan perencanaan menjadi sangat
penting untuk memastikan rencana yang disusun mendapatkan dukungan optimal bagi
implementasinya. RPJMD atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
merupakan satu dokumen rencana resmi daerah yang dipersyaratkan bagi
mengarahkan pembangunan daerah dalam jangka waktu 5 (lima) tahun ke depan masa
pimpinan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Terpilih.
Sebagai suatu dokumen rencana yang
penting sudah sepatutnya Pemerintah Daerah, DPRD, dan masyarakat memberikan
perhatian penting pada kualitas proses penyusunan dokumen RPJMD, dan tentunya
partisipasi masyarakat menjadi mutlak dalam proses pemantauan, evaluasi, dan
review berkala atas implementasinya. Karena dokumen RPJMD sangat terkait dengan
visi dan misi Kepala Daerah Terpilih, maka kualitas penyusunan RPJMD akan
mencerminkan sejauh mana kredibilitas Kepala Daerah Terpilih dalam memandu,
mengarahkan, dan memprogramkan perjalanan kepemimpinannya dan pembangunan
daerahnya dalam masa 5 (lima) tahun ke depan dan mempertanggungjawabkan
hasilnya kepada masyarakat pada akhir masa kepemimpinannya.
Untuk
mendapatkan dukungan yang optimal bagi implementasinya, proses penyusunan
dokumen RPJMD perlu membangun komitmen dan kesepakatan dari semua stakeholder
untuk mencapai tujuan RPJMD melalui proses yang transparan, demokratis, dan
akuntabel dengan memadukan pendekatan teknokratis, demokratis, partisipatif,
serta politis.
Langkah yang
dapat dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mengakomodir kepentingan
masyarakat dengan memberikan pendampingan dalam penyusunan rencana pembangunan
desa, dan membuka peluang pihak ketiga untuk berinvestasi serta memberikan kemudahan dalam memberikan
perizinan, sehingga peluang bagi pembangunan desa semakin terbuka tanpa harus
mengandalkan alokasi dana yang minim dari pemerintah daerah, dan yang
terpenting adalah mendorong generasi muda untuk meningkatkan pendidikan yang
lebih baik sehingga sumberdaya manusia yang ada di desa cukup memadai untuk
memajukan desa tempat tinggalnya
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Penyelenggaraan pemerintahan mengalami
perubahan yang dinamis dari waktu ke waktu. Perjalanan perubahan itu kemudian
sampai pada format penyelenggaraan pemerintahan yang mengarahkan pelimpahan
kewenangan lebih besar kepada pemerintah daerah dari pemerintah pusat
.
Hal itu ditandai dengan lahirnya UU Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah kemudian dipertegas dengan UU Nomor 32 Tahun 2004
yang membawa implikasi kewenangan desentralisasi di bidang perencanaan
pembangunan daerah. Pelimpahan kewenangan perencanaan tersebut diwujudkan
melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (UU SPPN) yang merupakan manifestasi nyata dari keinginan
Pemerintah dan masyarakat untuk memastikan bahwa kegiatan pembangunan sesuai
dengan hasil perencanaan, baik jangka panjang, menengah maupun perencanaan
tahunan. Secara substantif Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 dan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004, mengamanatkan kepada pemerintah daerah untuk menyusun
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang merupakan garisgaris
besar pelaksanaan pembangunan daerah selama lima tahun
Hasil dari rencana adalah kebijakan, misal,
kebijakan menyangkut pembangunan daerah atau kegiatan fisik, misalnya membangun
proyek jalan raya, dan sebagainya yang melibatkan masyarakat dalam penyusunan
Perencanaan idealnya harus mengarah pada kepentingan public, tidak lagi
mengarah kepada kepentingan politik
Fakta didaerah kita, perencanaan pembangunan
walaupun melibatkan masyarakat namun masih lebih banyak masih bersifat kebijakan dari atas ke bawah
top down planning karena masih menekankan kebijakan politis, sehingga minimnya
implementasi dari peran serta masyarakat yang pada saat demokrasi berjalan tidak
memiliki kekuatan politis di daerahnya
Paradigma community driven yaitu penciptaan
iklim untuk memberi penguatan peran masyarakat untuk ikut dalam proses
perencanaan dan pengambilan keputusan, ikut menggerakkan atau mensosialisasikan
dan melakukan kontrol publik, belum signifikan. Tanpa melibatkan masyarakat,
pemerintah tidak akan dapat mencapai hasil secara optimal.
Pembangunan hanya akan melahirkan
produk-produk baru tak sesuai kebutuhan masyaratnya. Pembangunan juga
membutuhkan strategi yang tepat agar dapat lebih efisien dari segi pembiayaan
dan efektif dari segi hasil.
Strategi ini penting untuk menentukan peran
masing-masing (pemerintah dan masyarakat)
Dengan cara ini
pemerintah makin mampu menyerap aspirasi masyarakat, sehingga dapat
memberdayakan dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
Halangan terbesar dalam pemerataan
pembangunan adalah adanya kepentingan politik sehingga hampir di sebuah desa
atau kecamatan dalam tahun anggaran sangat minim dapat tersentuh program
pembangunan oleh karena dianggap tidak menjadi pendukung dari pemegang
kebijakan
B.
Saran
Peran serta masyarakat dalam menentukan
pembangunan seyogyanya dapat di implementasikan dan dapat di wujudkan untuk
kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat pedesaan, sehingga jenjang
kesetaraan ekonomi dapat di minimalisasi dengan adanya pembangunan yang memadai
Dan yang utama adalah pemerataan dalam
pelaksanaan program di setiap tahun anggaran
agar masyarakat merasakan dampak pembangunan untuk kesejahteraan
masyarakat tanpa melihat dari aspek politik sehingga masyarakat dapat menikmati
pembangunan yang adil
Tidak ada komentar:
Posting Komentar